Labels

Temukan Artikel Yg anda cari di sini

Sunday 17 November 2013

Ontologi

PENDAHULUAN

Falsafah atau filsafat dalam bahas Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab.
yang juga diambil dan bahasa Yunani; philosophia. Kala ini berasal dan dua kata Philo dan Sophia. Philo = lImu atau cinta dan Sophia = kebijaksanaan. Sehingga arti harfiahnya adalah ilmu tentang kebijaksanaan ataupun seseorang yang cinta kebijakan.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. (Irmayanti Meliono, dkk. 2007. MPKT Modul l .Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI. hal. 1). Terlepas dan berbagai definisi yang berusaha menerjemahkan Filsafat secara global. Pada dasarnya Filsafat selain membahas dan menyimpulkan  sesuatu yang menjadi dasar. Filsafat adalah ibu dari segala ilmu yang hadir di bumi ini. Logika dan perasaan meliputi segenap ruang Filsafat, sehingga memerlukan konsentrasi yang lebih untuk memahaminya lebih dan sekedar sebuah ilmu biasa.
Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif. Sejalan dengan ini, Musa Asy’ari menyatakan bahwa filsafat adalah berfikir bebas, radikal, dan berada pada dataran makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalang-halangi kerja pikiran. Radikal artinya berfikir sampai ke akar-akar masalah (mendalam) bahkan sampai melewati batas-batas fisik atau yang disebut metafisis. Sedang berfikir dalam tahap makna berarti menemukan makna terdalam dan suatu yang terkandung didalamnya. Makna tersebut bisa berupa nilai-nilai seperti kebenaran, keindahan maupun kebaikan.



Ontologi
1.    Pengertian Ontologi
1.1.      Menurut bahasa
Menurut  bahasa, Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani  yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik  yang  berbentuk  jasmani/konkret  maupun rohani/abstrak.

1.2.         Menurut Suriasumantri (1985)
     Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a)      apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
b)      bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c)      bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera)  yang membuahkan pengetahuan.
Dari pembahasan di atas tentang Ontologi maka dapat di simpulkan ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah dasra pengetahuan. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah dasar pengetahuan.
Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, nilai dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.
Di samping itu ada juga aspek-aspek permasalahan ontologi yang sangat nyata pada kejadian sebagai katagori pokok, menurut William R. Dennis seorang pengenut paham naturalisme dewasa bahwa katagori pokok untuk memberikan keterangan mengenai kenyataan ialah kejadian.
2. Metafisika
Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan. Bidang telaah filsafat yang disebut metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafat, termasuk pemikiran ilmiah..
2.1. Beberapa tafsiran metafisika
2.1.1.      Supernaturalisme
Di alam ini terdapat wujud – wujud yang bersifat gaib (supernatural) dan ujud-ujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa bila dibandingkan dengan alam yang ada. Contoh pemikiran supernatural :
Kepercayaan “animisme” manusia percaya terhadap roh-roh yang bersifat gaib yang terdapat di dalam benda-benda seperti batu, pohon-pohonan , air terjun dll.
2.1.2.      Naturalisme
Lawan dari supernaturalisme adalah paham naturalisme, yang menolak pemdapat bahwa terdapat ujud-ujud yang bersifat supernatural ini. Menurut naturalisme gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri. Naturalisme dikembangkan oleh Democritos (460-370 SM) mengembangkan teori tentang atom yang di pelajari dari gurunya bernama Leucippus. Hanya atom dan kehampaan itu bersifat nyata.

Indentik paham naturalisme adalah paham :
1.      Mekanistik             : gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia fisika.
2.      Vitalistik                : hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara subtantif
                           dengan proses tersebut.
3.    Monistik                 : tidak ada perbedaan antara pikiran dengan zat , mereka hanya
                               berbeda dalam gejala disebabkan yang berlainan namun mempunyai
                           subtansi yang sama.

3.     Deterministik, Pilihan Bebas, dan Probabilistik
3.1. Determinisme
Paham Determinisme dikembangkan oleh WILLIAM HAMILTON (1788-1856) dari doktrin THOMAS HOBBES (1588-1679), yang menyimpulkan bahwa "pengetahuan adalah bersifat empiris, yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal". Paham determinisme ini merupakan lawan dari paham Fatalisme, yang berpendapat bahwa "segala kejadian itu ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan".
3.2.  Pilihan bebas
Penganut pilihan bebas juga paham bertentangan dengan  fatalisme, yang menyatakan bahwa "manusia memiliki kebebasan dalam memilih/menentukan pilihannya, dan tidak terikat kepada hukum alam yang tidak memberikan alternatif".
3.3. Probabilistik
Posisi yang terletak di antara paham determinisme dan paham pilihan bebas.

4.      Hal-hal yang menjadi objek ilmu pengetahuan
Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek empiris. Ilmu menganggap bahwa objek-objek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin-menjalin secara teratur. Sesuatu peristiwa tidaklah terjadi secara kebetulan namun tiap peristiwa mempunyai pola tetap yang teratur. Bahwa hujan diawali dengan awan tebal dan langit mendung, hal ini bukanlah  merupakan suatu kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian. Kejadian ini akan berulang dengan pola yang sama. Alam merupakan suatu sistem yang teratur yang tunduk kepada hukum-hukum tertentu.
4.1. Asumsi
Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai gagasan primitif atau gagasan tanpa penumpu untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. Dengan kemudian asumsi menjadi masalah yang penting dalam setiap bidang ilmu pengetahuan. Kesalahan menggunakan asumsi akan berakibat  kesalahan dalam  pengambilan kesimpulan. Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal antara lain adalah ;
1.      Aksioma : pernyataan yang disetujui umum tanpa pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri.
2.      Postulat : pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya premise(pangkal pendapat dalam suatu entimen).
Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin ilmu. Asumsi ini harus operasional dalam pengkajian teoritis, asumsi ini harus disimpulkan dalam keadaan sebagaimana adanya bukan bagaimana keadaan yang seharusnya. Asumsi harus bercirikan positif bukan normatif. Mengenai hal ini ada dua asumsi yang berbeda

1.      Nominalime adalah realita dijelaskan mengenai konsep yang telah ada.
2.      Realisme merupakan kenyataan yang tersusun atas struktur yang tetap. Tidak ada konsep yang mengartikulasikan setiap realita tersebut dan realita tidak tergantung pada persepsi individu.
Dalma pengembangan asumsi harus diperhatikan beberapa hal :
1.      Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan.
2.      Asumsi harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan dari “bagaimana keadaan yang seharusnya.”
Asumsi mengenai objek empiris:
1.      Menganggap objek-objek  tertentu  mempunyai keserupaan satu sama lain, contohnya dalam  hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Berdasarkan ini maka kita dapat mengelompokkan  beberapa objek yang serupa ke dalam satu golongan. Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang ditelaahnya dan taxonomi merupakan cabang keilmuan yang mula-mula sekali berkembang. Konsep ilmu yang lebih lanjut seperti konsep perbandingan (komparatif) dan kuantitatif hanya dimungkinkan dengan adanya taxonomi yang baik.
2.      menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini jelas tidak mungkin dilakukan bila objek selalu berubah-ubah tiap waktu. Walaupun begitu tidak mungkin kita menuntut adanya kelestarian  yang absolut, sebab alam perjalanan waktu tiap benda akan  mengalami perubahan. Oleh sebab itu ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Tercakup dalam pengertian ini adalah pengakuan bahwa benda-benda dalam  jangka panjang akan mengalami perubahan dan  jangka waktu ini berbeda-beda untuk tiap benda.

4.2.Peluang
Jadi secara sederhana dapat diartikan bahwa peluang adalah kemungkinan yang terjadi dari semua kemungkinan yang ada. Jadi berdasasrkan teori-teori keilmuan tidak akan pernah didapatkan hal pasti mengenai suatu kejadian. Yang didapatkan adalah kesimpulan yang probabilistik atau bersifat peluang. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan dimana didasarkan pada penafsiran kesimpulan ini yang bersifat relatif. Probabilitas merupakan salah satu konsep yang sering kita gunakan untuk mendeskripsikan realitas di dalam kehidupan sehari-hari, bahkan aplikasinya tidaklah terbatas hanya pada percakapan keseharian tersebut. Namun juga mencakup wilayah konversasi yang lebih serius dan refleksif yaitu sains.




PENUTUP
Sekian dan terima kasih














DAFTAR PUSTAKA
·         A.C. Ewing. 2003. Persoalan-Persoalan Mendasar Filsafat. Jakarta:Pustaka Pelajar.
·         Louis o. Kattsoff. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta:Tiara Wacana,.
·         Suhartono, Suparlan. 2000. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:Ar-Ruzz,
·         Surya Sumantri, Jujun S. 1998. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.











No comments:

Post a Comment