Labels

Temukan Artikel Yg anda cari di sini

Tuesday 20 August 2013

Menimba Semangat Mgr. Soegijapranata untuk Berjuang bagi Bangsa dan Negara pada Zaman Sekarang

100 % Katolik 100 % Indonesia”

Ungkapan yang akhir-akhir ini kembali nyaring bergaung dikalangan masyarakat Katolik Indonesia. Entah itu karena efek kemunculan film “Soegija” atau memang dari gerakan umat Katolik yang ingin mengaplikasikan ungkapan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.

Tapi mari kita kesampingkan saja efek penyebab atau pemicu munculnya kembali ungkapan tersebut. Dan baiknya kita mengenal terlebih dahulu siapa sih orang yang pertama kali mengemukakan kata-kata seperti tersebut. Dan dialah mendiang Uskup Agung Semarang Mgr. Soegijapramata. Beliau yang lahir di Surakarta pada tanggal 25 November 1896. Sebagai anak kelima dari sembilan bersaudara ini, ditahbiskan menjadi romo pada tanggal 15 Agustus 1931 dan diangkat menjadi uskup pada tanggal 30 September 1940.

Beliau menjadi uskup dengan memikul beban yang berat, karena saat beliau diangkat menjadi uskup saat itu dalam situasi perang. Memang saat itu perang belum melanda asia, tetapi dampak-dampaknya sudah mulai terasa sampai Indonesia. Beliau menerima tugas yang diberikan tersebut tanpa keluhan sama sekali dan beliau menjalankan tugas perutusan tersebut dengan sepenuh hati.
Teladan tersebut perlu dicontoh oleh masyarakat di masa sekarang. Bagaimana menerima tugas yang diberikan kepada kita dengan rasa ikhlas dan tanpa mengeluh. Karena semakin kemari, masyarakat semakin mengarah ke masyarakat yang bersifat non-ikhlas dalam berbagai bidang kehidupan dan bernegara, dan selalu mengeluh serta melakukan protes dengan beban yang ditanggung walaupun beban tersebut sangat ringan.
Mgr. Soegija dalam kehidupan yang dijalani saat itu mengungkapan kata-kata seperti yang tertulis di atas, yaitu “100% Katolik 100% Indonesia”. Tersirat bagaimana beliau ingin menempatkan diri dan juga mengajak orang-orang untuk totalitas kepada agamanya terkhusus agama Katolik & totalitas juga terhadap bangsa dan negaranya. Hal tersebut memang saat-saat ini sudah mulai hilang dalam masyarakat Indonesia di jaman sekarang. Masyarakat yang mulai apatis dengan negaranya sendiri, dan juga sudah meninggalkan nilai-nilai imannya terhadap Tuhan.
Semangat yang tersimpan dalam ungkapan beliau tersebut memberi pesan yang mendalam tersendiri kepada kita, masyarakat Indonesia di jaman sekarang khususnya masyarakat Katolik. Kita harus menimba dan mencontoh semangat dan sikap yang dimiliki oleh Mgr. Soegijapranata dalam dia bernegara dan beriman. Sikap ini pulalah yang mendasari perjuangan beliau untuk turut memperjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia melalui pemikiran-pemikiran serta karya-karya beliau di tengah umat Katolik Jawa.
Apa artinya sebagai bangsa merdeka, jika gagal mendidik diri sendiri? Itu yang sepertinya akan ditanyakan oleh beliau kepada kita. Dengan sifat dan kelakuan yang kurang santun dan berjalan tanpa iman sama sekali di jaman ssekarang. Apa artinya juga kita merdeka kalau kita tidak mempunyai rasa nasionalisme? Rasa-rasanya kita perlu banyak mencontoh beliau dalam hal nasionalisme yang sejati.
Nasionalisme yang sejati adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang di dalam Kristianitas, nilai-nilai itu menjadi wujud panggilan. Itulah inti keutamaan hidup yang terus bergema dalam diri Mgr. Soegijapranata. Inti hidup dan kebenaran yang telah menjadi cita-cita pengembaraannya sejak belia. Dengan demikian, menjadi nasionalis adalah wujud panggilan Kristiani. Setiap individu Katolik harus memiliki itu dalam hati mereka yang akan mendasari pengabdian kepada bangsa dan negara kita Indonesia.


Timotius Arga Radiansa, 20 Agustus 2013 (Semarang)

No comments:

Post a Comment